Jumat, 01 April 2011

luka akut dan kronik


LUKA

Luka didefinisikan sebagai suatu kerusakan integritas epithel dari kulit (1) atau terputusnya kesatuan struktur anatomi normal dari suatu jaringan akibat suatu trauma. (2) Definisi lain menyebutkan luka sebagai hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh.  Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau animal bite.(9)  Ada beberapa cara untuk membuat klasifikasi luka.  Namun yang umum luka dapat diklasifikasikan atas dasar :
1.    Usia luka ( Wound Age ) : (3)
a.    Luka Akut
b.    Luka Kronik
2.    Kedalaman luka ( Wound Depth ): (3)
a.    Superficial
b.    Partial Thickness
c.    Full Thickness
3.    Warna luka ( Wound Color ): (3)
a.    Merah (warna jaringan granulasi yang sehat)
b.    Kuning ( warna lapisan fibrin melekat pada jaringan)
c.    Hitam (warna jaringan nekrotik atau avaskuler diatas luka)
4.    Waktu terjadinya luka (4)
a.    Luka Kontaminasi yakni luka yang belum melewati batas waktu kontaminasi atau golden periode ( kurang dari 6 jam )
b.    Luka Infeksi yakni luka yang sudah melewati batas waktu kontaminasi atau golden periode ( lebih dari 6 jam )

5.    Jenis Luka Operasi (5,6)
a.    Tipe I : Luka Bersih
b.    Tipe II : Luka Bersih Terkontaminasi
c.    Tipe III : Luka Terkontaminasi
d.    Tipe IV : Luka Terinfeksi

Klasifikasi luka berdasarkan waktu terjadinya luka dapat dibagi menjadi luka kontaminasi dan luka infeksi.  Pembagian luka ini berdasarkan waktu kontaminasi (golden periode) yaitu 6-8 jam dimana setelah waktu 6-8 jam setelah terjadi luka maka bakteri yang ada telah mencapai koloni tertentu dan mengadakan invasi ke dalam jaringan sekitar luka atau pembuluh darah.  Pada kondisi ini luka disebut sebagai luka infeksi. (4)
Saat kita menentukan usia sebuah luka maka pertama harus ditentukan apakah luka tersebut akut atau kronik.  Penentuan dapat menjadi sulit bila hanya berpatokan pada kurun waktu. (3)  Ada yang mengatakan bila luka tidak sembuh dalam waktu 3 bulan maka disebut luka kronik. (1)  Selain pertimbangan waktu maka perlu diingat bahwa luka disebut akut bila luka tersebut baru atau mencapai kemajuan penyembuhan luka sesuai yang diharapkan.  Sementara luka kronik adalah luka yang tidak sembuh dalam waktu yang diharapkan.  Hal yang penting adalah pada luka kronik proses penyembuhan melambat atau berhenti dan luka tidak bertambah kecil atau tidak bertambah dangkal.  Meskipun dasar luka tampak merah, lembab dan sehat tetapi bila proses penyembuhan luka tidak mengalami kemajuan maka dikatagorikan sebagai luka kronik. ( 3 ) 
Menurut Cohen,dkk.(7) luka akut akan mencapai penyembuhan normal melalui proses penyembuhan yang diharapkan dalam waktu tertentu untuk mencapai pemulihan integritas anatomi dan fungsi.   Pada luka kronik maka terjadi kegagalan untuk mencapai penyembuhan yang diharapkan dalam waktu tertentu untuk menghasilkan pemulihan integritas anatomi dan fungsi. (7,8)  Penyembuhan luka kronik biasanya berkepanjangan dan tidak lengkap. Luka akut biasanya terjadi pada individu yang normal, sehat dan dapat dilakukan penutupan luka secara primer atau dibiarkan menyembuh secara sekunder.  Sebagian besar luka yang terjadi akibat trauma pada organ atau jaringan dapat dikatagorikan sebagai luka akut.  Luka kronik terjadi karena kegagalan proses penyembuhan luka akibat ada kondisi patologis yang mendasarinya.  Luka kronik tidak akan sembuh bila penyebab yang mendasarinya tidak dikoreksi. (7) Seringkali luka kronik mengalami rekurensi. ( 7,8 )  Diantara kondisi patologis tersebut adalah penyakit vaskuler, oedema, diabetes melitus, malnutrisi dan tekanan (pressure). (3)   Torre menyebutkan penyebab luka kronik diantaranya infeksi, hipoksia jaringan, trauma berulang, adanya jaringan nekrotik/debris dan sebab sistemik seperti diabetes melitus, malnutrisi, imunodefisiensi dan pemakaian obat-obatan tertentu. (8)
            Berdasarkan kedalaman luka maka luka dapat diklasifikasikan menjadi superficial yakni hanya mengenai epidermis saja, partial thickness yakni mengenai epidermis dan sebagian dermis, atau full thickness yakni luka menembus kulit melampaui dermis dapat mencapai lemak subkutan, fascia, otot bahkan tulang. (3)
            Berdasarkan hubungan antara luka dengan beberapa faktor seperti situasi, mekanisme luka, adanya kontaminasi atau infeksi pada saat operasi maka luka operasi diklasifikasikan menjadi empat jenis, yakni : (5,6)
  1. Tipe I, Luka Bersih, adalah luka operasi yang dibuat diatas kulit yang utuh tanpa tanda infeksi atau peradangan.  Luka jenis ini tidak membuka traktus respiratorius, traktus urinarius, traktus gastrointestinal maupun traktus bilier.  Luka dibuat terencana dan penutupan luka dilakukan secara primer dan tanpa pemakaian drain tertutup.
  2. Tipe II, Luka Bersih Terkontaminasi, adalah luka operasi yang membuka traktus respiratorius, traktus urinarius, traktus gastrointestinal dimana tanpa adanya spillage atau tumpahan kontaminan.  Khusus pada operasi traktus bilier, appendiks, vagina dan orofaring pada saat dilakukan operasi tidak ditemukan tanda infeksi.
  3. Tipe III, Luka Terkontaminasi, adalah luka operasi yang dilakukan pada kulit yang mengalami trauma terbuka yang masih baru, operasi dengan spillage dari traktus gastrointestinal atau incisi pada lapangan operasi dengan inflamasi akut dan non-purulen.
  4. Tipe IV, Luka Terinfeksi, adalah luka operasi yang dilakukan pada kulit yang mengalami trauma melewati waktu golden periode, serta ditemukan adanya infeksi atau adanya perforasi pada organ viscera.  Disini organisme penyebab infeksi luka post-operatif sudah ada sebelum operasi.



PENYEMBUHAN LUKA
Proses penyembuhan luka bersifat dinamis dengan tujuan akhir pemulihan fungsi dan integritas jaringan. Dengan memahami biologi penyembuhan luka, kita dapat mengoptimalkan lingkungan jaringan dimana luka berada.
Proses penyembuhan luka merupakan hasil akumulasi dari proses-proses yang meliputi koagulasi, inflamasi, sintesis matriks dan substansi dasar, angiogenesis, fibroplasias, epitelisasi, kontraksi  dan remodeling. Tetapi secara garis besar proses kompleks ini dibagi menjadi tiga fase penyembuhan luka : Fase inflamasi, fase proloferasi dan fase maturasi.
A.











B.
     
Gambar A, B. Fase-fase Penyembuhan Luka (Torre JDL, Sholar A. Wound Healing, Chronic Wounds. e-Medicine from WebMD (serial online) 2006  (cited 2006 May 26) ;1(477) Available from   URL:HYPERLINK/http://www.emedicine.com/plastic/topic477.htm)
           
Fase inflamasi         
Fase inflamasi secara klinis ditandai dengan cardinal sign: Rubor, calor, tumor, dolor serta function laesa. Proses ini terjadi segera setelah trauma. Secara simultan cascade pembekuan, arachidonic pathways dan pembentukan growth factors serta sitokin bekerjasama memulai dan mempertahankan fase ini. (8)
            Setelah cedera jaringan pembuluh darah segera mengalami vasikonstriksi, produk tromboplastik jaringan menjadi terpapar dan dimulailah cascade komplemen dan koagulasi. Pletelet yang terpeangkap dalam luka mengalami degranulasi, melepaskan substansi biologis yang penting untuk penyembuhan luka.  Setidaknya ada tiga jenis  substansi yang dilepaskan : a) Alpha granules yang mengandung growth factors seperi TGFbeta, PDGF, dan Insuline Like Growth Factors-1 ( IGF-1), b) Dense bodies yang mengandung amine vasoaktif seperti serotonin yang berfungsi meningkatkan permeabilitas mikrovaskuler dan c) Lisosom  yang mengandung hidrolase dan protease.(10)

           
Fase Proliferasi
Fase proliferasi penyembuhan luka dimulai kira-kira 2-3 hari setelah terjadinya luka, ditandai dengan munculnya fibroblast. Fibroblast bermigrasi dari tepi luka menggunakan matrix fibrin-based provisional yang dibentuk selama fase inflamasi. Dalam minggu pertama luka fibroblast dikendalikan oleh makrfag: b-FGF, TGF-beta dan PDGF yang berperan dalam proliferasi dan sintesis glycosaminoglycans dan proteoglycans, serta  kollagen.
Pada fase ini fibroblast merupakan tipe sel dominan, dan mencapai puncaknya pada hari ke 7-14. Setelah sekresi kolgen fibroblast kemudian bergabung membentuk fibro-kolagen.  Peningkatan jumlah jaringan kolagen pada luka berbanding lurus dengan kekuatan regangan luka.
Pada fase ini juga terjadi stimulasi jumlah keratinosit dan populasi sel endotel. Secara simultan dengan proliferasi seluler terjadi perkembangan angiogenesis yang diawali dari  pembuluh darah dari tepi luka, selanjutnya disebut neovaskularisasi.

Fase Maturasi
Produksi kolagen baru masih merupakan proses dominan penyembuhan luka dari minggu pertama sampai keenam. Kolagen ditempatkan secara random pada jaringan granulasi luka akut. Remodeling kolagen menjadi struktur yang lebih terorganisasi terjadi selam proses maturasi, meningkatkan kekuatan regangan luka. Selama pembentukan parut, kolagen tipe III  jaringan granulasi digantikan oleh kolagen tipe I sampai perbandingannya 4:1.
Luka akhirnya ditutup oleh migrasi sel-sel epitel  yang berasal dari tepi luka, mengisi defek sampai terjadi kontak dengan epitel dari sisi berlawanan dan menghentikan proses migrasi ketika kontak terjadi. Proses epitelisasi ini tidak memberikan kontribusi pada kekuatan penyembuhan luka,karena proses  remodeling terjadi dibawahnya.





DAFTAR  PUSTAKA

  1. Brown DL. Wound. In: In: Brown DL, Borschel GH, editors. Michigan Manual of Plastic Surgery. 1st ed. Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins;2004.p.1-9
  2. Enoch S, Price P. Cellular, molecular, and biochemical differences in the pathophysiology of healing between acute wounds, chronic wounds and wounds in the aged.  World Web Wound (serial online) 2007 (cited April 8, 2007). Available from URL: HYPERLINK http//www.worldwebwound.com
  3. Judd H. Wound Care made Incredibly Easy.1sted.Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003.p.30-34
  4. David V Feliciano. Trauma. 1st ed. London, UK: Appleton & Lange; 1996.            p.917-22
  5. Skinner I. The Principles of Wound Management. In: Basic Surgical Skills Manual. 7th ed. Australia: Mc-Graw Hill; 2000.p.1-3
  6. Fischer EJ. Surgical Complications. In: Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fischer JE, Galloway AC, editors. Principles of Surgery. 7th ed. NewYork: Mc-Graw Hill; 1999.p449
  7. Cohen IK, Diegelmann RF, Yager DR, Wornum IL, Graham MF, Crossland MC. Wound Care and Wound Healing. In : Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fischer JE, Galloway AC, editors. Principles of Surgery. 7th ed. NewYork: Mc-Graw Hill; 1999.p263-294
  8. Torre JDL, Sholar A. Wound Healing, Chronic Wounds. e-Medicine from WebMD (serial online) 2006 (cited 2006 May 26);1(477) Available from URL: HYPERLINK  http://www.emedicine.com/plastic/topic477.htm



  1. Pusponegoro AD, Bisono. Luka, trauma, syok dan bencana alam. In: Sjamsuhidajat R, De Jong W, editor. Buku ajar Ilmu bedah. edisi revisi. Jakarta: EGC:Penerbit buku kedokteran; 1997.p.72-155
  2. Adzick NS. Wound healing: Biological and Clinical features. In: Sabiston DC, Lyerly HK, editors. Textbook of Surgery: The biological basis of modern surgical practice. 15th edition. Philadelphia:W.B Saunders Company, 1997.p. 207-15





























LUKA
PAPER






Oleh
 Lintong   Nainggolan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar