Kamis, 31 Maret 2011

PENGKAJIAN PASIEN DENGAN LUKA.



Oleh: suparmanto

Pengkajian holistic pasien harus dilakukan berkaitan dengan pengkajian luka yang bukan hanya menentukan mengapa luka itu ada namun juga menemukan berbagai factor yang dapat menghambat penyembuhan luka. (Carvile K 1998).
Pengkajian riwayat pasien harus dilakukan secara teliti. Perawat harus mengevaluasi setiap pasien dan lukanya melalui identifikasi terhadap;
 Penyebab luka (trauma, tekanan, diabetes dan insuffisiensi vena)
Ø
 Riwayat penatalaksanaan luka terakhir dan saat ini.
Ø
 Usia pasien.
Ø
 Durasi luka; akut (
Ø<12 minggu) atau kronis (> 12 minggu).
 Kecukupan saturasi oksigen.
Ø
Ø Identifikasi faktor-faktor sistemik yang mempengaruhi penyembuhan luka; obat-obatan (seperti prednison, tamoxifen, NSAID) dan data laboratorium ( kadar albumin, darah lengkap dengan diferensial, hitung jumlah limposit total).
 Penyakit akut dan kronis, kegagalan multi sistem:
Ø penyakit jantung, penyakit vaskuler perifer, anemia berat, diabetes, gagal ginjal, sepsis, dehidrasi, gangguan pernafasan yang membahayakan, malnutrisi atau cachexia.
 Faktor-faktor lingkungan seperti
Ø distribusi tekanan, gesekan dan shear pada jaringan yang dapat menciptakan lingkungan yang meningkatkan kelangsungan hidup jaringan dan mempercepat penyembuhn luka. Observasi dimana pasien menghabiskan harinya; ditempat tidur,? Dikursi roda?. Apakah terjadi shearing selama memindahkan pasien dari tempat yang satu ketempat lainnya? Apakah sepatu pasien terlalu ketat,? Apakah pipa oksigen pasien diletakkan di atas telinga tanpa diberi alas?

Pengkajian luka meliputi (Carville 1998, p 43-51) :
1. Jenis luka (luka akut dan luka kronis).
2. Mode Penyembuhan.
3. Kehilangan jaringan.
4. Penampilan klinis.
5. Lokasi.
6. Dimensi ukuran.
7. Exudate.
8. Kulit sekitar luka.
9. Nyeri.
10. Infeksi luka.
11. Implikasi psikososial.

1. Jenis Luka.
a. Luka akut, adalah berbagai jenis luka bedah yang sembuh melalui intensi primer atau luka traumatik atau luka bedah yang sembuh melalui intensi sekunder dan melalui proses perbaikan yang tepat pada waktu dan mencapai hasil pemulihan integritas anatomis.
b. Luka kronik, adalah terjadi bila proses perbaikan jaringan tidak sesuai dengan waktu yang telah diperkirakan dan penyembuhannya mengalami komplikasi, terhambat baik oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang berpengaruh kuat pada individu, luka atau lingkungan.
2. Mode Penyembuhan.
a. Intensi Primer ( Primary Intention ). Jika ada kehilangan jaringan minimal dan kedua tepi luka dirapatkan baik dengan suture (benang), clips (aggrave) atau tape (plester). Jaringan parut (scar) minimal.
b. Intensi primer lambat ( Delayed Primary Intention ). Jika luka terinfeksi atau mengandung benda asing dan membutuhkan pembersihan intensif, selanjutnya ditutup secara primer pada 3-5 hari kemudian.
c. Intensi Sekunder ( Secondary Intention ). Penyembuhan luka terlambat dan terjadi melalui proses granulasi, kontraksi dan epithelization. Jaringan parut (scar) cukup luas.
d. Skin Graft. Skin graft ketebalan parsial atau penuh digunakan untuk mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi.
e. Flap. Pembedahan relokasi kulit dan jaringan subcutan keluka yang berasal dari jaringan terdekat.
3. Kehilangan jaringan.
Kehilangan jaringan menggambarkan kedalaman kerusakan jaringan atau berkaitan dengan stadium kerusakan jaringan kulit.
• Superfisial. Luka sebatas epidermis.
• Parsial ( Partial thickness ). Luka meliputi epidermis dan dermis.
• Penuh ( Full thickness ). Luka meliputi epidermis, dermis dan jaringan subcutan. Mungkin juga melibatkan otot, tendon dan tulang.


Atau dapat juga digambarkan melalui beberapa stadium luka (Stage I – IV ).
a. Stage I : Lapisan epidermis utuh, namun terdapat erithema atau
perubahan warna.
b. Stage II : Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan
epidermis dan dermis. Erithema dijaringan sekitar yang
nyeri, panas dan edema. Exudte sedikit sampai sedang
mungkin ada.
c. Stage III : Kehilangan sampai dengan jaringan subcutan, dengan
terbentuknya rongga (cavity), terdapat exudat sedang
sampai banyak.
d. Stage IV : Hilangnya jaringan subcutan dengan terbentuknya rongga
(cavity), yang melibatkan otot, tendon dan/atau tulang.
Terdapat exudate sedang sampai banyak.
4. Penampilan Klinik.
a. Hitam atau Nekrotik; eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin
kering atau lembab.
b. Kuning atau Sloughy; jaringan mati yang fibrous, kuning dan slough.
c. Merah atau Granulasi; jaringan granulasi sehat.
d. Pink atau Epithellating; terjadi epitelisasi.
e. Kehijauan atau terinfeksi.; terdapat tanda-tanda klinis infeksi seperti
nyeri, panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan exudate.
5. Lokasi.
Posisi luka, yang berhubungan dengan posisi anatomis dan mudah dikenali didokumentasikan sebagai referensi utama. Lokasi luka diarea yang cenderung bergerak dan tergesek, mungkin lebih lambat sembuh karena regenerasi dan migrasi sel terkena trauma (siku, lutut, kaki). Area yang rentan oleh tekanan atau gaya lipatan (shear force ) akan lambat sembuh ( pinggul, pantat ), sedangkan penyembuhan meningkat diarea dengan vaskularisasi baik ( wajah ).
6. Dimensi Ukuran.
Dimensi ukuran meliputi ukuran panjang, lebar, kedalaman atau diameter ( lingkaran ). Pengkajian dan evaluasi kecepatan penyembuhan luka dan modalitas terapi adalah komponen penting dari perawatan luka.
Semua luka memerlukan pengkajian 2 dimensi pada luka terbuka dan
pengkajian 3 dimensi
pada luka berrongga atau berterowongan
a. Pengkajian dua dimensi.
Pengukuran superfisial dapat dilakukan dengan alat seperti penggaris untuk mengukur panjang dan lebar luka. Jiplakan lingkaran (tracing of circumference) luka direkomendasikan dalam bentuk plastik transparan atau asetat sheet dan memakai spidol.
b. Pengkajian tiga dimensi.
Pengkajian kedalaman berbagai sinus tract internal memerlukan pendekatan tiga dimensi. Metode paling mudah adalah menggunakan instrumen berupa aplikator kapas lembab steril atau kateter/baby feeding tube. Pegang aplikator dengan ibu jari dan telunjuk pada titik yang berhubungan dengan batas tepi luka. Hati-hati saat menarik aplikator sambil mempertahankan posisi ibu jari dan telunjuk yang memegangnya. Ukur dari ujung aplikator pada posisi sejajar dengan penggaris sentimeter (cm).
Melihat luka ibarat berhadapan dengan jam. Bagian atas luka (jam 12) adalah titik kearah kepala pasien, sedangkan bagian bawah luka (jam 6) adalah titik kearah kaki pasien. Panjang dapat diukur dari ” jam 12 – jam 6 ”. Lebar dapat diukur dari sisi ke sisi atau dari ” jam 3 – jam 9 ”.

7. Exudate.
Hal yang perlu dicatat tentang exudate adalah jenis, jumlah, warna, konsistensi dan bau.
a. Jenis Exudate.
 Serous – cairan berwarna jernih.
§
 Hemoserous – cairan serous yang mewarna merah terang.
§
 Sanguenous - cairan berwarna darah kental/pekat.
§
 Purulent – kental mengandung nanah.
§
b. Jumlah. Kehilangan jumlah exudate luka berlebihan, seperti tampak pada luka
bakar atau fistula dapat mengganggu keseimbangan cairan dan
mengakibatkan gangguan elektrolit. Kulit sekitar luka juga
cenderung maserasi jika tidak menggunkan balutan atau alat
pengelolaan luka yang tepat.
c. Warna. Ini berhubungan dengan jenis exudate namun juga menjadi indikator klinik yang baik dari jenis bakteri yang ada pada luka terinfeksi ( contoh, pseudomonas aeruginosa yang berwarna hijau/kebiruan).
d. Konsistensi. Ini berhubungan dengan jenis exudate, sangat bermakna pada luka yang edema dan fistula.
e. Bau. Ini berhubungan dengan infeksi luka dan kontaminasi luka oleh cairan tubuh seperti faeces terlihat pada fistula. Bau mungkin juga berhubungan dengan proses autolisis jaringan nekrotik pada balutan oklusif (hidrocolloid).
8. Kulit sekitar luka.
Inspeksi dan palpasi kulit sekitar luka akan menentukan apakah ada sellulitis, edema, benda asing, ekzema, dermatitis kontak atau maserasi. Vaskularisasi jaringan sekitar dikaji dan batas-batasnya dicatat. Catat warna, kehangatan dan waktu pengisian kapiler jika luka mendapatkan penekanan atau kompresi. Nadi dipalpasi terutama saat mengkaji luka di tungkai bawah. Penting untuk memeriksa tepi luka terhadap ada tidaknya epithelisasi dan/atau kontraksi.
9. Nyeri.
Penyebab nyeri pada luka, baik umum maupun lokal harus dipastikan. Apakah nyeri berhubungan dengan penyakit, pembedahan, trauma, infeksi atau benda asing. Atau apakah nyeri berkaitan dengan praktek perawatan luka atau prodak yang dipakai. Nyeri harus diteliti dan dikelola secara tepat.
10. Infeksi luka.
Infeksi klinis dapat didefinisikan sebagai ”pertumbuhan organisme dalam luka yang berkaitan dengan reaksi jaringan”. (Westaby 1985). Reaksi jaringan tergantung pada daya tahan tubuh host terhadap invasi mikroorganisme. Derajat daya tahan tergantung pada faktor-faktor seperti status kesehatan umum, status nutrisi, pengobatan dan derajat kerusakan jaringan. Infeksi mempengaruhi penyembuhan luka dan mungkin menyebabkan dehiscence, eviserasi, perdarahan dan infeksi sistemik yang mengancam kehidupan. Secara reguler klin diobservasi terhadap adanya tanda dan gejala klinis infeksi sistemik atau infeksi luka.

Berdasarkan kondisi infeksi, luka diklasifiksikan atas:
a. Bersih. Tidak ada tanda-tanda infeksi. Luka dibuat dalam kondisi pembedahan yang aseptik, tidak termasuk pembedahan pada sistem perkemihan, pernafasan atau pencernaan.
b. Bersih terkontaminasi. Luka pembedahan pada sistem perkemihan, pernafasan atau pencernaan. Luka terkontaminasi oleh flora normal jaringan yang bersangkutan namun tidak ada reaksi host.
c. Kontaminasi. Kontaminasi oleh bakteri diikuti reaksi host namun tidak terbentuk pus/nanah.
d. Infeksi. Terdapat tanda-tanda klinis infeksi dengan peningkatan kadar leukosit atau makrophage.

11. Implikasi Psikososial.
Efek psikososial dapat berkembang luas dari pengalaman perlukaan dan hadirnya luka. Kebijaksanaan dan pertimbangan harus digunakan dalam pengkajian terhadap masalah potensial atau aktual yang berpengaruh kuat terhadap pasien dan perawatnya dalam kaitannya terhadap;
• Harga diri dan Citra diri.
• Perubahan fungsi tubuh.
• Pemulihan dan rehabilitasi.
• Issue kualitas hidup.
• Peran keluarga dan sosial.
• Status finansial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar